HTML,BODY{cursor: url("http://cursors3.totallyfreecursors.com/thumbnails/dogani.gif "), auto;}

Selasa, 10 Desember 2013

POPULASI DAN SAMPEL

A. POPULASI Menurut Sugiyono (2013:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu ysng fitetapkan oeh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau studi sensus (Sabar, 2007) Menurut Margono (2010:118), “Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan”. Arikunto (2002:108) mengemukakan bahwa populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”. Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan berikut ini: • Populasi terbatas atau populasi terhingga, yaitu populasi yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000 orang guru SMA pada awal tahun 1985 dengan karakteristik masa kerja 2 tahun, lulusan program strata 1, dan lain-lain. • Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yaitu populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif. Misalnya guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus dihitung sejak guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang. Dalam keadaan seperti itu jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu, sekarang, dan yang akan menjadi guru, populasi seperti ini disebut juga parameter. Macam-macam populasi dilihat dari kompleksitas objek populas : • Populasi homogen, yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi, memiliki sifat0sifat yang relative satu sama lainnya. Sifat populasi seerti ni banyak dijumpai pada medan eksata, isalnya air. Ciri air yang menonjol dari populasi homogeny, tidak ada perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda. Maksudnya adalah gejala yang timbulpada atu kali percobaan atau tes merupakan gejala yang timbul pada seratus kali atau lebih tes terhadap populasi yang sama. • Populasi heterogen, yaitu keseluruhan individu anggota populasi relative memiliki sifat-sifat individual, dimana sifat tersebut membedakan individu anggota populasi yang satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain bahwa individu anggota populasi memiliki sifat yang bervariasi sehngga memerlukan penjelasan terhadap sifat-sifat tersebut baik secara kuantitatif maupun kualitatif. [ada penelitian social, populasi heterogen menjadi tidak asing lagi dalam setiap penelitian. Hal ini disebabkan semua penelitian social berobjekkan manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia yang bersifat amat unik dan kopleks. B. SAMPEL Pengertian dari sampel adalah sebaian dari subjek dalam populai yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakil populasinya (Sabar, 2007). Menurut Moleong (2011:223) mengatakan bahwa pada penelitian kuantitatif sampel itu dipilih dari suatu populasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi.Jadi sampel benar-benar mewakili ciri-ciri populasi. Menurut Sugiyono (2012: 118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yag dipelajari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representative (mewakili). Sampel yang representative adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relative sama denga ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling. Ada 4 parameter yang bisa dianggap menentukan representativeness sampel (sampel yang benar-benar mencerminkan populasinya), yaitu : • Variabilitas populasi Merupakan hal yang sudah “given”, artinya peneliti harus menerima sebagaimana adanya, dan tidak dapat mengatur atau memanipulasinya. • Besar sampel Makin besar sampel yang diambil akan semakin besar atau tinggi taraf representativeness sampel tersebut. Jika populasinya homogeny secara sempurna, besarnya sampel tidak mempengaruhi taraf representativeness sampel. • Teknik penentuan sampel Makin tinggi tingkay rambang dalam penelitian sampel, akan semakin tinggi pula tingkat representativeness sampel. • Kecermatan memasukkan ciri-ciri populasi dalam sampel. Makin lengkap ciri-ciri populasinya yang dimasukkan ke dalam sampel, akan semakin tinggi tingkat representatitveness sampel. Di dalam penelitian sosial maka masalah sampel di samping sangat penting juga kompleks. Sumadi Suryabrata (1983) mengatakan bahwa menentukan sampel sangat penting peranannya di dalam penelitian karena semakin tidak sama sifat sampel itu dengan populasinya, maka semakin besar kemungkinan kekeliruan yang timbul dalam menggeneralisasikan kesimpulan penelitian. Oleh karena itu harus diupayakan agar penentuan sampel tidak keliru. Jadi kesalahan dalam menentukan sampel ("sampling error"), baik jumlah dan sifatnya, akan berakibat pada tidak dapat digeneralisasikannya kesimpulan penelitian kepada seluruh anggota populasi; akibatnya kesimpulan penelitian hanya dapat diberlakukan secara terbatas pada anggota sampel itu sendiri. C. TEKNIK SAMPLING Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Secara skematis, teknik macam-macam sampling ditunjukan pada gambar berikut 1. Probability sampling Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random sampling, area (cluster)sampling (sampling menurut daerah). a. Simple Random Sampling Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel atau populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dala populasi itu.Hal ini dapat dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen. Teknik sampling ini seperti pada gambar sebagai berikut: b. Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota atau unsure yang tidak homogen dan bersastra secara proporsional. Sebagai contoh suatu organisasi mempunyai personil yang terdiri dari latar belakang pendidikan yang berbeda yaitu: SLTP, SLTA, S1, dan S2 dengan jumlah setiap kelas pendidikan juga berbeda. Jumlah anggota populasi untuk setiap strata pendidikan tidak sama atau bervariasi. Jumlah sampel harus diambil meliputi strata pendidikan yang ada yang diambil secara proporsional. c. Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Sebagai contoh sebuah perusahaan mempunyai personil sebagai berikut: 3 orang S3, 5 orang S2, 100 orang S1, 800 orang SLTA, dan 700 orang SLTP. Dalam penarikan sampel maka personil yang berijazah S2 dan S3 semuanya diambil sebagai sampel, karena kedua kelompok tersebut jumlahnya terlalu kecil jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. d. Cluster Sampling (Area Sampling) Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah dari populasi yang telah ditetapkan. Sebagai contoh Indonesia terdiri dari 30 propinsi, sampel yang akan diambil sebanyak 5 propinsi, maka pengambilan 5 propisnsi dari 30 propinsi dilakukan secara random. Suatu hal yang perlu diingat adalah bahwa karena propinsi yang ada di Indonesia juga berstrata, maka pengambilan sampel untuk 5 propinsi juga dilakuykan dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik cluster sampling dilakukan dalam dua tahap yaitu: (1) menentukan sampel daerah, dan (2) menentukan orang-orang yang ada pada daerah dengan cara sampling juga..teknik ini digambarkan seperti pada gambar berikut: 1. Nonprobability Sampling Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak member peluang/kesempatan sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling ini meliputi: a. Sampling Sistematis Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.Sebagai contoh jumlah anggota populasi sebanyak 200 orang.Anggota populasi diberi nomor urut dari no 1 sampai nomor 200.Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan dengan memilih nomor urut ganjil, atau genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, seperti bilangan 5 dan lainnya. b. Sampling Kuota Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai cirri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.Sebagai contoh akan melakukan penelitian terhadap pegawai golongan II pada suatu instansi, dan penelitian dilakukan secara kelompok. Jumlah sampel ditetapkan 100 orang sementara penelitian sebanyak 5 orang, maka setiap anggota peneliti dapat memilih sampel secara bebas dengan karakteristik yang telah ditentukan (golongan II) sebanyak 20 orang. c. Sampling Insidental Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila orang yang ditemukan pada waktu menentukan sampel cocok dengan yang diperlukan sebagai sumber data. d. Sampling Purposive Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Sampling purposif akan baik hasilnya di tangan seorang akhli yang mengenal populasi. Cara penarikan sampel ini sangat cocok digunakan untuk studi kasus. e. Sampling Jenuh Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.Hal ini sering dilakukan bila jumlah npopuloasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain dari sampling jenuh ini adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. f. Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel yang terpilih pertama disuruh memilih sampel berikutnya, yang akhirnya jumlah sampel akan bertambah banyak seperti bola salju yang bergelinding makin lama makin besar. D. MENENTUKAN UKURAN SAMPEL Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi merupakan salah satu factor penentu tingkat kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa bear sampel harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan? Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Mantra dan Kasto dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989) menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, yaitu : 1. Derajat keseragaman populasi (degree of homogeneity) Semakin tinggi tingkat homogenitas populasi semakin kecil ukuran sampel yang boleh diambil.Semakin rendah tingkat homogenitas populasi semakin besar ukuran sampel yang harus diambil.Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu. 2. Tingkat presisi (level of precisions) Tingkat presisi terutama digunakan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyatataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi yang dalam penelitian social berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%) sehingga keakuratan penelitiannya bias 95% atau 99%. Semakin tinggi tingkat presisi yang diinginkan peneliti, semakin besar sampel yang harus diambil. 3. Rancangan analisis Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan penolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. 4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada peneliti. Misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. Selain itu, dalam mentukan ukutan sampel suatu populasi, Slovin (1960) mengemukakan formula n = N/N(d)2 + 1. n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05. Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%, maka jumlah sampel yang digunakan adalah : N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95. Roscoe (1975) juga memberikan beberapa panduan untuk menentukan ukuran sampel yaitu : a. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan penelitian b. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya), ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat c. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian d. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat, penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai dengan 20. E. Prosedur pengambilan sampel Telah dijelaskan bahwa ada dua tekhnik dalam pengambilan sampling, yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampling yang memberi peluang sama kepada anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Cara demikian sering disebut dengan random sampling, atau cara pengambilan sampel secara acak. Pengambilan sampel secara random/acak dapat dilakukan dengan bilangan random, computer, maupun dengan undian.Bila pengambilan dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih dahulu, sesuai dengan jumlah anggota populasi. Karena teknik pengambilan sampel adalah random, maka setiap anggota populasi mempunyai peluang sama untuk menjadi anggota sampel. Untuk contoh diatas peluang setiap anggota populasi = 1/100. Dengan demikian cara pengambilannya bila nomer satu telah diambil, maka perlu dikembalikan lagi, kalau tidak dikembalikan peluangnya menjadi tidak sama lagi. Misalnya nomor pertama tidak dikembalikan lagi maka peluangberikutnya menjadi 1: (1000-1)=1/999. Peluang akan semakin besar bila yang telah diambil tidak dikembalikan. Bila yang telah diambil keluar lagi, dianggap tidak sah dan dikembalikan lagi

MODEL DAN POLA LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING



 1.      Model Parsonian
Upaya ini Frank Parson menjodohkan karakteristik yang meliputi, kemampuan, minat, dan tempramen individu dengan sayrat-syarat yang dituntun suatu pekerjaan. Maksudnya, ketika individu bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan karakteristiknya, maka ia akan menguntungkan dirinya dan juga masyarakat atau tempat ia bekerja. Ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasialan memilih pekerjaan menurut Parson, yaitu.
a)      Man Analysis
Dalam hal ini konselor dan klien bekerjasama untuk memahami apa minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki klien.
b)      Job Analysis
Individu mempelajari tetang berbagai lini pekerjaan, apa persyaratannya, bagaimana peluangnya, dan bagaimana prospek pekerjaan tersebut.
c)      Joint and Cooperative Comparison of These Two Sets of Analysis
Dengan manganalisis individu itu sendiri dan pekerjaan yang akan dipilih, hasil dari kedua analisis tadi digabungkan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan yang akan diambil.
Model ini memberikan kontribusi dalam perkembangan bimbingan, terutama dalam membantu individu memilih pekerjaan.
2.      Bimbingan dan Konseling Identik dengan Pendidikan
Melalui buku Education as Guidance, Brewer mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan pendidikan. Istilah bimbingan dan pendidikan sering digunakan secara bergantian oleh Brewer. Brewer mengemukakan beberapa kriteria bimbingan sebagai berikut.
a)      Individu dibimbing dalam rangka menyelesaikan suatu masah, tugas, atau mencapai tujuan.
b)      Individu dibimbing biasanya berdasarkan inisiatifnya.
c)      Bimbingan bersifat simpatik, bersahabat, dan pemahaman.
d)     Pembimbing harus memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan.
e)      Bimbingan hendaknya memberikan peluang kepada individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f)       Individu dibimbing secara progresif dan mengambil keputusan sendiri.
g)      Bimbingan memberika bantuan kepada individu agar dapat membimbing diri sendiri dan lebih baik.

a.      Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
Pertengahan tahun 1920-an, William M. Proctor mengemukakan fungsi bimbingan sangat terkait dengan proses distribusi dan penyesuaian. Selanjutnya, tahun 1930-an Koos dan Kefauver memperkuat pendapat Proctor dan menekankan bahwa bimbingan harus menekankan pada dua fungsi pokok sebagai berikut.
1.      Distribusi. Konselor membantu individu untuk menentukan apa tujuannya dan diharapkan dapat memahami tentang dirinya dan juga lingkungannya. Dalam hal ini, individu dibantu untuk menemukan peluang-peluang dalam pendidikan dan pekerjaan.
2.      Penyesuaian. Dalam hal ini siswa dibantu untuk menyesuaikan diri.
Bimbingan yang berfungsi distributif  dan penyaluran bertujuan sebagai berikut.
1.      Membantu siswa meperoleh tingkat efisiensi dan kepuasan yang tinggi sesuai dengan tujuannya.
2.      Membantu memilih kegiatan di luar sekolah yang membuat dirirnya bahagia.
3.      Membantu merencanakan tujuan yang ingin dicapai.
4.      Membantu sisa memperoleh informasi mengenai perencanaan dan peluang-peluangnya sesuai dengan kemampuan dan minat.
b.      Bimbingan sebagai Proses Klinis
Bimbingan model klinis ini pertama kali diperkenalkan oleh M.S. Viteles, Donald G. Paterson, dan E.G Williamson. Bimbingan model ini mucul karena pendekatan bimbingan di sekolah dianggap tidak ilmiah. Dalam model klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenai konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik. Sehingga dengan model klinis ini kegiatan bimbingan menjadi lebih efektif, lebih objektif, lebih ilmiah dalam mengumpulkan data klien.
c.       Bimbingan sebagai Pengambil Keputusan
Bimbingan sebagai pengambil keputusan ini pertama kali dikemukakan oleh Jones dan Myer. Model bimbingan ini berasumsi bahwa keragaman antara individu cukup berarti, baik dalam aspek abilitas maupun interes dan permasalahan tidak dapat diselesaikan oleh individu itu sendiri  tanpa bantuan dari orang lain. Dalam hal ini konselor bertugas untuk mendorong individu memahami pilihannya dalam mengambil keputusan serta memberikan informasi kepada klien tentang peluang-peluang dari setiap alternatif pilihan yang ada.
d.      Bimbingan sebagai Sistem Eklektik
Bimbingan sebagai sistem eklektik ini merupakan representasi dari pendapat Strang, Taxler, Erickson, Froechlich, Darley, Thorne, dan lainnya. Kata “eclectic” berarti menyeleksi atau memilih doktrin, atau metode yang tepat dari berbagai sumber, teori, atau system. Asumsi dasar dari model ini adalah.
1.      Dalam rangka memahami diri dan menyelesaikan masalah, individu memerlukan bantuan professional secara periodic.
2.      Individu memiliki kemampuan untk belajar dan membuat perencanaan.
3.      Pemberian layanan berorientasi pada bebraa teori, karena jika hanya dengan deori tunggal maka akan ada banyak keterbatasan dalm berbagai hal.

1.      Model Bimbingan Kontemporer
a.      Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
Kenneth B. Hoyt mengemukakan bahwa program bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor, tetapi merupakan tanggung jawab dari komponen sekolah, ini berarti konselor tidak bekerja sendiri. Selain itu Hoyt mengemukakan bahwa konselor adalah figur kunci dalam program bimbingan dan pekerjaan konselor lebih utama menjalin hubungan dengan komponen sekolah, seperti dengan guru dan kepala sekolah daripada dengan psikolog, pekerja sosial, dan sebagainya. Pada intinya Hoyt meyakini bahwa layanan bimbingan akan tercapai dengan maksimal jika diintegrasikan atau diselaraskan dengan tujuan sekolah.
b.      Bimbingan Perkembangan
Para ahli pengembang model ini adalah Wilson Little dan A.L Chapman penyusun buku Developmental Guidance in the Secondary School, Herman . Peters dan Gail Farwell penyusun buku Guidance: A Developmental Approach, dan Robert Mathewson penyusun buku Guidance Policy and Practice. Pada  model ini, bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang menekankan pada upaya membantu semua individu dalam fase perkembangannya agar dapat tumbuh secara optimal. Layanan bimbingan pengembangan bersifar komperhensif, meliputi semua rentang kehidupan. Perhatian utama model ini adalah perkembangan positif semua aspek perkembangan individu yang dalam penyelenggaraannya bekerjasama dengan semua pihak.
c.       Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Kegiatan yang Bertujuan
Model bimbingan ini diajukan sejak tahun 1962 oleh Tiedeman dan Field. Tiedeman dan Field mendefinisikan bimbingan sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan bertujuan dalam struktur pendidikan yang spesifik. Mereka menekankan bahwa bimbingan harus eksis dalam proses pendidikan, sehingga posisi konselor tidak dipandang berada di samping pendidikan, tetapi ada di dalam pendidikan itu sendiri, serta pencapaian aplikasi bimbingan ini akan lebih efektif.
d.      Bimbingan sebagai Rekonstruksi Sosial
Edward J. Shoben mengembangkan model ini pada tahun 1962. Ia berpendapan bahwa konselor adalah pemimpin dalam merekonstruksi atau memperbaiki keadaan sosial di sekolah. Tugas utama bimbingan adalah membantu mengembangkan potensi inividu dan menemukan cara-cara mengekspesikan diri individu itu sesuai dengan norma yang ada.
e.       Bimbingan sebagai Pengembangan Pribadi
Pada akhir tahun 1960-an Chis D. Kehas mengembangkan model ini. Perhatian utama model ini adalah perkembangan pribadi individu yang juga merupaka tujuan dari pendidikan. Model ini merupakan tahap awal dalam membangun kerangka kerja konseling di sekolah. Kehas berpendapat bahwa teaching dan counseling merupakan dua pendekatan yang berhubungan siswa, yang bersifat komplementer dan kolaboratif. Dan dua pendekatan ini sama-sama penting dalam mecapai tujuan pendidikan.
f.       Konseling Keterampilan Hidup (Life Skills Counselig)
Konseling ini juga disebut sebagai life skills helping atau life skills theraphy “suatu model yang integratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya sendiri (self-helping).”  Konseling lifeskills dikatakan sebagai konseling yang integrative karena mengkombinasikan berbagai pendekatan dari para ahli dalam memberikan bantuan kepada klien. Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatannya didasarkan pada empat asumsi, yaitu banyak masalah yang dibawa klien merupakan hasil belajar klien dan yang paling berpengaruh dalam masalah klien adalah lemahnya keterampilan berpikir dan bertindak  dari klien itu sendiri. Selain itu, konselor yang efektif adalah yang mampu menciptakan dan melatih klien agar memiliki keterampilan berpikir dan bertindak serta tujuan dari konseling itu sendiri adalah agar klien mampu membantu dirinya sendiri dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak.
g.      Konseling Respecful
Michael D. Andres dan Judy Daniels melakukan terobosan baru dalam membantu para konselor dalam memberikan layanan konseling efektif kepada klien yang berlatar belakang berbeda dengan model konseling respectful. Kerangka kerja konseling ini menekankan perlunya konselor menyadari bahwa perkembangan psikologis dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi, yaitu relegius, etnik, identitas seksual, kematangan psikologis, kelas sosial ekonomi, tentang kronologis, ancaman, sejarah keluarga, keunikan karakteristik fisik, dan lokasi tempat tinggal. Model konseling ini dikembangkan untuk membantu konselor agar mampu berpikir lebih holistik tentang kliennya. Konselor juga berupaya untuk menilai tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis, agar dapat lebih menyadari  akan adanya aspek spesifik yang multidemsi dari kliennya.
h.      Konseling Relegius
Konseling relegius ini merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan hidup bersama, baik secara fisik atau jasmaniah maupun secara psikis atau ruhaniah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Konseling islami mempunyai beberapa prinsip, yaitu: kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik pada orang lain, mengembangkan sikap persaudaraan, memperhatiakan masalah-masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan dengan baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara ulama dan konselor, memiliki kesadarn hokum, bertujuan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah, dan menjadiakn Nabi Muhammad SAW sebagai model (ushwah hasanah).
Berdasarkan prinsip di atas, tujuan secara umum dari layanan konseling islami secara umum bertujuan agar individu menyadari jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi, serta mewujudkannya dalam beramal shaleh dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia adan akhirat.


 
Pola-Pola Dasar Pelaksanaan BK
Dalam sejarah perkembangan bimbingan dan konseling, Edward C. Glanz (1964)  mengemukakan empat pola dalam pelayanan bimbingan di institusi pendidikan, yaitu.
a.      Pola Generalis
Dalam pola generalis yaitu, corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ini berarti bahwa dalam sebuah institusi pendidikan semua pihak sekolah, seperti guru mata pelajaran, wali kelas, kepala sekolah, dan staf lainnya turut serta dalam membantu perkembangan siswa agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan tahapannya masing-masing.
b.      Pola Spesialis
Pada pola spesialis ini pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu. Seperti bimbingan individu dan bimbingan kelompok yang merupakan bentuk layanan bimbingan yang memang harus dilaksanakan oleh seorang konselor yang mendapatkan pendidikan bimbingan dan konseling. Atau dalam hal lain, seperti tes kepribadian atau tes IQ yang harus dilakukan melalui tes psikologi yang biasanya dilakukan oleh lembaga psikolog.
c.       Pola Kurikuler
Dalam pola ini  kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Pola ini mempunyai segi positif yaitu terlibat hubungan langsung dalam seluk beluk pengajaran, sedangkan segi negatifnya adalah kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar.
Ini berarti bahwa adanya usulan bimbingan dimasukkan kurikulum pengajaran seperti pelajaran lain yang memiliki jam pelajaran tiap pekannya dan dalam pengajarannya tersebut juga diberikan nilai seperti pelajarana lain. Namun, pada kenyataannya sebuah pemahaman dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui tes hasil belajar sebagimana pelajaran lainnya.
d.      Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Pada pola relasi manusia dan kesehatan mental ini orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Ketika individu mampu menjalin relasi dengan manusia dan lingkungannya serta menjaga kesehatan mentalnya maka individu tersebut akan lebih mudah untuk menjalani kehidupan yang efektif sehingga hidupnya akan bahagia

Pola 17 Plus
1.      Bidang Bimbingan
a.         Pengembangan kehidupan pribadi
            Pengembangan kehidupan pribadi merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat.  Penting bagi setiap individu untuk memahami dirinya sendiri. Dengan memahami diri sendiri itulah siswa akan mengerti dimana kekurangannya, dimana potensinya, apa bakat dan minatnya. Pemahamaan akan hal tersebut akan membuat individu mengembangkan potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin dan mengubah kekurangan yang dimiliki menjadi suatu kelebihan sehingga akan dapat terwujud sebuah perkembangan yang optimal.
b.        Pengembangan kehidupan sosial
Pengembangan kehidupan sosial merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang harmonis, dinamis, berkeadilan dan bermartabat. Ketika seorang telah memahami dirinya, maka akan lebih mudah baginya untuk memahami lingkungan sosialnya. Individu tersebut akan mengerti bagaimana cara menjalin hubungan sosial dengan lingkungannya.
c.         Pengembangan kemampuan belajar
Pengembangan kemampuan belajar merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah atau madrasah dan belajar secara mandiri. Pengembangan ini menjadikan individu mengerti pentingnya belajar, bagaimana belajar yang baik dan efektif yang sesuai dengan masing-masing individu,  sehingga mampu belajar secara mandiri.



d.        Pengembangan karier
Pengembangan karier merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karier.
2.      Jenis Layanan
a.         Layanan Orientasi,
Layanan orientasi merupakan layanan yang membantu peserta didik, dalam hal ini siswa baru atau seseorang dalam memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah atau madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru tersebut. Hal-hal yang perlu dipahami dalam lingkungan baru tersebut diantaranya adalah bangunan fisik, materi atau jenis kegiatan, personal atau orang-orang yang ada, peraturan dan ketentuan yang ada, dan sebagainya.
Metode layanan orientasi sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengunjungi kelas. Dalam hal ini, konselor berkunjung ke kelas guna memberitahukan mengenai segala hal yang ada di sekolah yang perlu dipahami siswa dan bisa dilakukan tanya jawab dalam proses kunjungan tersebut. Demikian pula jika dilingkungan baru di luar sekolah, maka perlu adanya pengenalan atau orientasi mengenai lingkungan barunya tersebut.
b.        Layanan Informasi
Layanan Informasi yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir atau jabatan, dan pendidikan lanjutan. Sebagai contoh, ketika siswa akan melanjutkan jenjang pendidikan SMA, konselor memberikan informasi atau mengajak diskusi mengenai program studi, jurusan, dan universitas yang ada atau yang siswa ingin ketahui. Atau dengan cara lain, yaitu dengan mengajak mengunjungi universitas tertentu (fieldtrip). Hal ini untuk gambaran seperti apa kehidupan kampus itu, dari mulai bangunan fisik, cara pembelajarannya, program studi yang ada, dan sebagainya.


c.         Layanan Penempatan dan Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan atau program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler. Sebagai contoh layanan penempatan di dalam kelas, dengan memperhatikan bagaiman tempat duduk siswa di dalam kelas tersebut agar mereka nyaman. Penempatan tempat duduk tersebut juga bisa diganti atau bergilir setiap pekan atau setiap bulannya sehingga siswa dapat merasakan duduk di semua tempat dalam kelas tersebut. Sedangkan dalam penempatan jurusan, konselor memberikan bantuan gambaran seperti apa jurusan IPA atau IPS itu, juga dengan mempertimbangkan kemampuan dan minat yang dimiliki siswa tersebut. Sehingga mereka dapat mengambil keputusan secara bijaksana.
d.        Layanan Bimbingan Belajar
Layanan bimbingan belajar merupakan salah satu layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Layanan bimbingan belajar dilakukan melalui tahap-tahap, yaitu pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, mencari sebab-sebab timbulnya masalah belajar tersebut, serta pemberian bantuan pengentasan masalah belajar. Pengenalan masalah belajar dapat dikenali melalui prosedur pengungkapan melalui tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkap sikap dan kebiasaan belajar, dan pengamatan. Dengan demikian akan diketahu siswa yang gangguan lambat atau kurang motivasi belajar atau pun siswa yang cepat belajar dan memiliki motivasi yang tinggi. Selanjutnya dicari latar belakang apa yang menjadikan siswa tersebut mengalami gangguan dalam belajar atau pun yang dapat belajar dengan cepat. Dan yang terakhir adalah pemberian bantuan, pemberian bantuan ini dapat berupa remedial atau perbaikan, yaitu memberikan bantuan dengan maksud memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil belajar siswa atau bantuan pengayaan atau tugas tambahan bagi siswa yang cepat dalam belajar.
Cara lain adalah dengan memberi pengertian apa esensi belajar itu, apa pentingnya belajar, bagaimana teori-teori dalam belajar, dan sebagainya, yang diharapkan siswa menjadi paham mengenai belajar dan cara belajar apa yang cocok bagi mereka. Selain itu, pemberian motivasi juga dibutuhkan untuk meningkatkan semangata belajar mereka. 

e.         Layanan Konseling Perorangan
Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya. Layanan ini dilakukan secara face to face  antara konselor dan klien atau konseli. Biasanya masalah yang dibicarakan dalam layanan perorangan ini bersifat pribadi.
f.          Layanan Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir atau jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok ini biasanya masalah yang dialami oleh semua anggota dalam kelompok itu sama dan biasanya berkisar pada masalah yang umum. Misalnya, dalam kelompok itu semua memerlukan informasi karir pekerjaan atau wawasan dunia kerja setelah lulus dari universitas nantinya.


g.         Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok merupakan  layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Masalah dalam konseling kelompok ini muncul dari masing-masing individu dalam kelompok itu. Masalah tersebut akan dikemukakan dan dibicaraka melalui dinamika kelompok. Walaupun secara berkelompok, orientasi dari layanan konseling individu ini tetap kepada individu-individu dalam kelompok tersebut.
h.        Layanan Konsultasi
Layanan konsultasi merupakan layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
i.           Layanan Mediasi
Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka. Sebagai contoh, saat ada dua orang siswa yang ribut karena masalah salah satu siswa tersebut merasa difitnah oleh temannya (siswa yang satunya). Dalam hal ini konselor sebagai mediator dalam maslah tersebut. Konselor berusaha meluruskan, mungkin saja ada kesalahpahaman di antara mereka yang belum sempat dikomunikasikan sehingga timbul keributan. Sehingga, nantinya diharapkan hubungan pertemanan mereka akan kembali baik seperti sebelumnya.
3.      Kegiatan Pendukung
a.         Aplikasi Instrumentasi
Aplikasi instrumentasi merupakan kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.  Instrument tes dapat dilakukan seperti tes kepribadian, tes kemampuan dasar, tes IQ, dan sebagainya. Sedangkan instrument non-tes meliputi prosedur, seperti wawancara, angket, sosiometri, observasi dan sebagainya. Hasil dari instrument tes dan non tes ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk layanan yang perlu diberikan kepada individu yang bersangkutan.                                                   
b.        Himpunan Data
Himpunan data merupakan kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia. Himpunan data ini dapat berisi data pribadi maupun data umum. Data-data tersebut akan sangat berguna dalam membantu mengembangkan potensi siswa dan dalam membantu mengentaskan masalah jika diperlukan nantinya.
c.         Konferensi Kasus
Konferensi kasus merupakan kegiatan yang membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup. Biasanya konferensi kasus ini dihadiri oleh orang tua wali siswa, wali kelas, kepala sekolah, salah satu guru mata pelajaran, dan konselor itu sendiri. Dengan konferensi kasus ini diharapkan dapat memperoleh data yang mempermudah dalam melaksanakan proses konseling dan nantinya sampai pada upaya nyata menuju teratasinya masalah siswa.
d.        Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah merupakan kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya. Laporan kunjungan rumah ini dapat menjadi pertimbangan penanganan masalah dan juga dapat digunakan sebagai bahan dalan konferensi kasus.

e.         Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan merupakan kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.
f.          Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya. Ketika kasus yang dihadapi sudah di luar kewenangan seorang konselor maka kasus tersebut harus di alih tangankan kepada pihak yang ahli dalam maslah tersebut. Sebagai contoh, ketika ada seorang siswa yang melanggar dan pelanggaran tersebut sudah masuk dalam ranah pidana maka kasus tersebut di alih tangankan kepada pihak yang berwajib.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates