1.
Model Parsonian
Upaya ini Frank
Parson menjodohkan karakteristik yang meliputi,
kemampuan, minat, dan tempramen individu dengan sayrat-syarat yang dituntun suatu
pekerjaan. Maksudnya, ketika individu bekerja pada pekerjaan yang sesuai dengan
karakteristiknya, maka ia akan menguntungkan dirinya dan juga masyarakat atau
tempat ia bekerja. Ada tiga faktor yang mempengaruhi keberhasialan memilih
pekerjaan menurut Parson, yaitu.
a) Man Analysis
Dalam hal ini
konselor dan klien bekerjasama untuk memahami apa minat, bakat, dan kemampuan
yang dimiliki klien.
b) Job Analysis
Individu mempelajari
tetang berbagai lini pekerjaan, apa persyaratannya, bagaimana peluangnya, dan
bagaimana prospek pekerjaan tersebut.
c) Joint and Cooperative
Comparison of These Two Sets of Analysis
Dengan manganalisis
individu itu sendiri dan pekerjaan yang akan dipilih, hasil dari kedua analisis
tadi digabungkan untuk membuat keputusan mengenai pekerjaan yang akan diambil.
Model
ini memberikan kontribusi dalam perkembangan bimbingan, terutama dalam membantu
individu memilih pekerjaan.
2.
Bimbingan dan Konseling Identik dengan Pendidikan
Melalui
buku Education as Guidance, Brewer
mengemukakan bahwa konsep bimbingan identik dengan pendidikan. Istilah
bimbingan dan pendidikan sering digunakan secara bergantian oleh Brewer. Brewer
mengemukakan beberapa kriteria bimbingan sebagai berikut.
a)
Individu dibimbing dalam rangka
menyelesaikan suatu masah, tugas, atau mencapai tujuan.
b)
Individu dibimbing biasanya
berdasarkan inisiatifnya.
c)
Bimbingan bersifat simpatik,
bersahabat, dan pemahaman.
d)
Pembimbing harus memiliki
pengetahuan, pengalaman, dan kebijakan.
e)
Bimbingan hendaknya memberikan
peluang kepada individu untuk memperoleh pengalaman dan wawasan baru.
f)
Individu dibimbing secara
progresif dan mengambil keputusan sendiri.
g)
Bimbingan memberika bantuan
kepada individu agar dapat membimbing diri sendiri dan lebih baik.
a.
Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
Pertengahan
tahun 1920-an, William M. Proctor
mengemukakan fungsi bimbingan sangat terkait dengan proses distribusi dan
penyesuaian. Selanjutnya, tahun 1930-an Koos dan Kefauver memperkuat pendapat
Proctor dan menekankan bahwa bimbingan harus menekankan pada dua fungsi pokok
sebagai berikut.
1.
Distribusi. Konselor membantu
individu untuk menentukan apa tujuannya dan diharapkan dapat memahami tentang
dirinya dan juga lingkungannya. Dalam hal ini, individu dibantu untuk menemukan
peluang-peluang dalam pendidikan dan pekerjaan.
2.
Penyesuaian. Dalam hal ini
siswa dibantu untuk menyesuaikan diri.
Bimbingan
yang berfungsi distributif dan
penyaluran bertujuan sebagai berikut.
1.
Membantu siswa meperoleh
tingkat efisiensi dan kepuasan yang tinggi sesuai dengan tujuannya.
2.
Membantu memilih kegiatan di
luar sekolah yang membuat dirirnya bahagia.
3.
Membantu merencanakan tujuan
yang ingin dicapai.
4.
Membantu sisa memperoleh
informasi mengenai perencanaan dan peluang-peluangnya sesuai dengan kemampuan
dan minat.
b.
Bimbingan sebagai Proses Klinis
Bimbingan
model klinis ini pertama kali diperkenalkan oleh M.S. Viteles, Donald G. Paterson, dan E.G Williamson. Bimbingan
model ini mucul karena pendekatan bimbingan di sekolah dianggap tidak ilmiah.
Dalam model klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenai
konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik. Sehingga dengan
model klinis ini kegiatan bimbingan menjadi lebih efektif, lebih objektif,
lebih ilmiah dalam mengumpulkan data klien.
c.
Bimbingan sebagai Pengambil Keputusan
Bimbingan
sebagai pengambil keputusan ini pertama kali dikemukakan oleh Jones dan Myer. Model bimbingan ini
berasumsi bahwa keragaman antara individu cukup berarti, baik dalam aspek
abilitas maupun interes dan permasalahan tidak dapat diselesaikan oleh individu
itu sendiri tanpa bantuan dari orang
lain. Dalam hal ini konselor bertugas untuk mendorong individu memahami
pilihannya dalam mengambil keputusan serta memberikan informasi kepada klien
tentang peluang-peluang dari setiap alternatif pilihan yang ada.
d.
Bimbingan sebagai Sistem Eklektik
Bimbingan
sebagai sistem eklektik ini merupakan representasi dari pendapat Strang, Taxler, Erickson, Froechlich,
Darley, Thorne, dan lainnya. Kata “eclectic” berarti menyeleksi atau
memilih doktrin, atau metode yang tepat dari berbagai sumber, teori, atau
system. Asumsi dasar dari model ini adalah.
1.
Dalam rangka memahami diri dan
menyelesaikan masalah, individu memerlukan bantuan professional secara
periodic.
2.
Individu memiliki kemampuan
untk belajar dan membuat perencanaan.
3.
Pemberian layanan berorientasi
pada bebraa teori, karena jika hanya dengan deori tunggal maka akan ada banyak
keterbatasan dalm berbagai hal.
1.
Model Bimbingan Kontemporer
a.
Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
Kenneth B. Hoyt mengemukakan bahwa program bimbingan bukan hanya tanggung jawab
konselor, tetapi merupakan tanggung jawab dari komponen sekolah, ini berarti
konselor tidak bekerja sendiri. Selain itu Hoyt mengemukakan bahwa konselor
adalah figur kunci dalam program bimbingan dan pekerjaan konselor lebih utama
menjalin hubungan dengan komponen sekolah, seperti dengan guru dan kepala
sekolah daripada dengan psikolog, pekerja sosial, dan sebagainya. Pada intinya
Hoyt meyakini bahwa layanan bimbingan akan tercapai dengan maksimal jika diintegrasikan
atau diselaraskan dengan tujuan sekolah.
b.
Bimbingan Perkembangan
Para
ahli pengembang model ini adalah Wilson
Little dan A.L Chapman penyusun buku Developmental
Guidance in the Secondary School, Herman . Peters dan Gail Farwell penyusun
buku Guidance: A Developmental Approach,
dan Robert Mathewson penyusun buku Guidance
Policy and Practice. Pada model ini,
bimbingan dan konseling dipandang sebagai suatu proses perkembangan yang
menekankan pada upaya membantu semua individu dalam fase perkembangannya agar
dapat tumbuh secara optimal. Layanan bimbingan pengembangan bersifar
komperhensif, meliputi semua rentang kehidupan. Perhatian utama model ini
adalah perkembangan positif semua aspek perkembangan individu yang dalam
penyelenggaraannya bekerjasama dengan semua pihak.
c.
Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Kegiatan yang Bertujuan
Model
bimbingan ini diajukan sejak tahun 1962 oleh Tiedeman dan Field. Tiedeman dan Field mendefinisikan bimbingan
sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu ilmu pengetahuan tentang
kegiatan bertujuan dalam struktur pendidikan yang spesifik. Mereka menekankan
bahwa bimbingan harus eksis dalam proses pendidikan, sehingga posisi konselor
tidak dipandang berada di samping pendidikan, tetapi ada di dalam pendidikan
itu sendiri, serta pencapaian aplikasi bimbingan ini akan lebih efektif.
d.
Bimbingan sebagai Rekonstruksi Sosial
Edward J. Shoben mengembangkan model ini pada tahun 1962. Ia berpendapan bahwa
konselor adalah pemimpin dalam merekonstruksi atau memperbaiki keadaan sosial
di sekolah. Tugas utama bimbingan adalah membantu mengembangkan potensi inividu
dan menemukan cara-cara mengekspesikan diri individu itu sesuai dengan norma
yang ada.
e.
Bimbingan sebagai Pengembangan Pribadi
Pada
akhir tahun 1960-an Chis D. Kehas
mengembangkan model ini. Perhatian utama model ini adalah perkembangan pribadi
individu yang juga merupaka tujuan dari pendidikan. Model ini merupakan tahap
awal dalam membangun kerangka kerja konseling di sekolah. Kehas berpendapat
bahwa teaching dan counseling merupakan dua pendekatan yang
berhubungan siswa, yang bersifat komplementer dan kolaboratif. Dan dua
pendekatan ini sama-sama penting dalam mecapai tujuan pendidikan.
f.
Konseling Keterampilan Hidup (Life
Skills Counselig)
Konseling
ini juga disebut sebagai life skills
helping atau life skills theraphy “suatu
model yang integratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan
keterampilan membantu dirinya sendiri (self-helping).” Konseling lifeskills
dikatakan sebagai konseling yang integrative karena mengkombinasikan berbagai
pendekatan dari para ahli dalam memberikan bantuan kepada klien. Konseling
keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatannya didasarkan pada empat
asumsi, yaitu banyak masalah yang dibawa klien merupakan hasil belajar klien
dan yang paling berpengaruh dalam masalah klien adalah lemahnya keterampilan
berpikir dan bertindak dari klien itu
sendiri. Selain itu, konselor yang efektif adalah yang mampu menciptakan dan
melatih klien agar memiliki keterampilan berpikir dan bertindak serta tujuan
dari konseling itu sendiri adalah agar klien mampu membantu dirinya sendiri
dengan cara mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak.
g.
Konseling Respecful
Michael
D. Andres dan Judy Daniels melakukan terobosan baru dalam membantu para
konselor dalam memberikan layanan konseling efektif kepada klien yang berlatar
belakang berbeda dengan model konseling respectful. Kerangka kerja konseling
ini menekankan perlunya konselor menyadari bahwa perkembangan psikologis dipengaruhi
oleh faktor-faktor multidimensi, yaitu relegius, etnik, identitas seksual,
kematangan psikologis, kelas sosial ekonomi, tentang kronologis, ancaman,
sejarah keluarga, keunikan karakteristik fisik, dan lokasi tempat tinggal.
Model konseling ini dikembangkan untuk membantu konselor agar mampu berpikir
lebih holistik tentang kliennya. Konselor juga berupaya untuk menilai tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis, agar dapat lebih
menyadari akan adanya aspek spesifik
yang multidemsi dari kliennya.
h.
Konseling Relegius
Konseling
relegius ini merupakan proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu
mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah
Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan hidup bersama, baik
secara fisik atau jasmaniah maupun secara psikis atau ruhaniah, baik di dunia
maupun di akhirat kelak.
Konseling
islami mempunyai beberapa prinsip, yaitu: kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan
berbuat baik pada orang lain, mengembangkan sikap persaudaraan, memperhatiakan
masalah-masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan dengan
baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara ulama dan konselor,
memiliki kesadarn hokum, bertujuan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah,
dan menjadiakn Nabi Muhammad SAW sebagai model (ushwah hasanah).
Berdasarkan
prinsip di atas, tujuan secara umum dari layanan konseling islami secara umum
bertujuan agar individu menyadari jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah
di muka bumi, serta mewujudkannya dalam beramal shaleh dalam rangka mencapai
kebahagiaan hidup di dunia adan akhirat.
Pola-Pola Dasar Pelaksanaan BK
Dalam sejarah perkembangan bimbingan dan konseling,
Edward C. Glanz (1964) mengemukakan
empat pola dalam pelayanan bimbingan di institusi pendidikan, yaitu.
a.
Pola Generalis
Dalam pola generalis yaitu, corak pendidikan dalam
suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa
dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian
masing-masing siswa. Ini berarti bahwa dalam sebuah institusi pendidikan semua
pihak sekolah, seperti guru mata pelajaran, wali kelas, kepala sekolah, dan
staf lainnya turut serta dalam membantu perkembangan siswa agar dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal sesuai dengan tahapannya masing-masing.
b.
Pola Spesialis
Pada pola spesialis ini pelayanan bimbingan di
institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang
masing-masing berkemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu.
Seperti bimbingan individu dan bimbingan kelompok yang merupakan bentuk layanan
bimbingan yang memang harus dilaksanakan oleh seorang konselor yang mendapatkan
pendidikan bimbingan dan konseling. Atau dalam hal lain, seperti tes
kepribadian atau tes IQ yang harus dilakukan melalui tes psikologi yang
biasanya dilakukan oleh lembaga psikolog.
c.
Pola Kurikuler
Dalam pola ini
kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dalam kurikulum
pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan.
Pola ini mempunyai segi positif yaitu terlibat hubungan langsung dalam seluk
beluk pengajaran, sedangkan segi negatifnya adalah kemajuan dalam pemahaman
diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil
belajar.
Ini berarti bahwa adanya usulan bimbingan dimasukkan
kurikulum pengajaran seperti pelajaran lain yang memiliki jam pelajaran tiap
pekannya dan dalam pengajarannya tersebut juga diberikan nilai seperti
pelajarana lain. Namun, pada kenyataannya sebuah pemahaman dan perkembangan
kepribadian tidak dapat diukur melalui tes hasil belajar sebagimana pelajaran
lainnya.
d.
Pola Relasi-Relasi Manusia dan Kesehatan Mental
Pada pola relasi manusia dan kesehatan mental ini
orang akan lebih hidup bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan
membina hubungan baik dengan orang lain. Ketika individu mampu menjalin relasi
dengan manusia dan lingkungannya serta menjaga kesehatan mentalnya maka
individu tersebut akan lebih mudah untuk menjalani kehidupan yang efektif
sehingga hidupnya akan bahagia
Pola 17
Plus
1.
Bidang Bimbingan
a.
Pengembangan kehidupan
pribadi
Pengembangan kehidupan pribadi merupakan bidang pelayanan yang membantu
peserta didik dalam memahami, menilai bakat dan minat. Penting bagi setiap individu untuk memahami
dirinya sendiri. Dengan memahami diri sendiri itulah siswa akan mengerti dimana
kekurangannya, dimana potensinya, apa bakat dan minatnya. Pemahamaan akan hal
tersebut akan membuat individu mengembangkan potensi yang dimilikinya
semaksimal mungkin dan mengubah kekurangan yang dimiliki menjadi suatu
kelebihan sehingga akan dapat terwujud sebuah perkembangan yang optimal.
b.
Pengembangan kehidupan
sosial
Pengembangan kehidupan
sosial merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami
dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang harmonis,
dinamis, berkeadilan dan bermartabat. Ketika seorang telah memahami dirinya,
maka akan lebih mudah baginya untuk memahami lingkungan sosialnya. Individu
tersebut akan mengerti bagaimana cara menjalin hubungan sosial dengan
lingkungannya.
c.
Pengembangan kemampuan
belajar
Pengembangan kemampuan
belajar merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan
kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah atau madrasah dan
belajar secara mandiri. Pengembangan ini menjadikan individu mengerti pentingnya
belajar, bagaimana belajar yang baik dan efektif yang sesuai dengan
masing-masing individu, sehingga mampu
belajar secara mandiri.
d.
Pengembangan karier
Pengembangan karier
merupakan bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan
menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karier.
2.
Jenis Layanan
a.
Layanan Orientasi,
Layanan orientasi
merupakan layanan yang membantu peserta didik, dalam hal ini siswa baru atau
seseorang dalam memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah atau
madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta
mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru tersebut.
Hal-hal yang perlu dipahami dalam lingkungan baru tersebut diantaranya adalah
bangunan fisik, materi atau jenis kegiatan, personal atau orang-orang yang ada,
peraturan dan ketentuan yang ada, dan sebagainya.
Metode layanan
orientasi sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
dengan mengunjungi kelas. Dalam hal ini, konselor berkunjung ke kelas guna
memberitahukan mengenai segala hal yang ada di sekolah yang perlu dipahami
siswa dan bisa dilakukan tanya jawab dalam proses kunjungan tersebut. Demikian
pula jika dilingkungan baru di luar sekolah, maka perlu adanya pengenalan atau
orientasi mengenai lingkungan barunya tersebut.
b.
Layanan Informasi
Layanan Informasi yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan
memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir atau jabatan, dan
pendidikan lanjutan. Sebagai contoh, ketika siswa akan melanjutkan jenjang
pendidikan SMA, konselor memberikan informasi atau mengajak diskusi mengenai
program studi, jurusan, dan universitas yang ada atau yang siswa ingin ketahui.
Atau dengan cara lain, yaitu dengan mengajak mengunjungi universitas tertentu (fieldtrip). Hal ini untuk gambaran
seperti apa kehidupan kampus itu, dari mulai bangunan fisik, cara
pembelajarannya, program studi yang ada, dan sebagainya.
c.
Layanan Penempatan dan
Penyaluran
Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan yang membantu peserta didik
memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok
belajar, jurusan atau program studi, program latihan, magang, dan kegiatan
ekstra kurikuler. Sebagai contoh layanan penempatan di dalam kelas, dengan
memperhatikan bagaiman tempat duduk siswa di dalam kelas tersebut agar mereka
nyaman. Penempatan tempat duduk tersebut juga bisa diganti atau bergilir setiap
pekan atau setiap bulannya sehingga siswa dapat merasakan duduk di semua tempat
dalam kelas tersebut. Sedangkan dalam penempatan jurusan, konselor memberikan
bantuan gambaran seperti apa jurusan IPA atau IPS itu, juga dengan
mempertimbangkan kemampuan dan minat yang dimiliki siswa tersebut. Sehingga
mereka dapat mengambil keputusan secara bijaksana.
d.
Layanan Bimbingan
Belajar
Layanan bimbingan belajar merupakan salah satu layanan bimbingan yang
penting diselenggarakan di sekolah. Layanan bimbingan belajar dilakukan melalui
tahap-tahap, yaitu pengenalan siswa yang mengalami masalah belajar, mencari
sebab-sebab timbulnya masalah belajar tersebut, serta pemberian bantuan
pengentasan masalah belajar. Pengenalan masalah belajar dapat dikenali melalui
prosedur pengungkapan melalui tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala
pengungkap sikap dan kebiasaan belajar, dan pengamatan. Dengan demikian akan
diketahu siswa yang gangguan lambat atau kurang motivasi belajar atau pun siswa
yang cepat belajar dan memiliki motivasi yang tinggi. Selanjutnya dicari latar
belakang apa yang menjadikan siswa tersebut mengalami gangguan dalam belajar
atau pun yang dapat belajar dengan cepat. Dan yang terakhir adalah pemberian
bantuan, pemberian bantuan ini dapat berupa remedial atau perbaikan, yaitu
memberikan bantuan dengan maksud memperbaiki kesalahan dalam proses dan hasil
belajar siswa atau bantuan pengayaan atau tugas tambahan bagi siswa yang cepat
dalam belajar.
Cara lain adalah dengan memberi pengertian apa esensi belajar itu, apa
pentingnya belajar, bagaimana teori-teori dalam belajar, dan sebagainya, yang
diharapkan siswa menjadi paham mengenai belajar dan cara belajar apa yang cocok
bagi mereka. Selain itu, pemberian motivasi juga dibutuhkan untuk meningkatkan
semangata belajar mereka.
e.
Layanan Konseling
Perorangan
Layanan konseling perorangan merupakan layanan yang membantu peserta didik
dalam mengentaskan masalah pribadinya. Layanan ini dilakukan secara face to face antara konselor dan klien atau konseli.
Biasanya masalah yang dibicarakan dalam layanan perorangan ini bersifat
pribadi.
f.
Layanan Bimbingan
Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang membantu peserta didik
dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir
atau jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu
melalui dinamika kelompok. Dalam layanan bimbingan kelompok ini biasanya
masalah yang dialami oleh semua anggota dalam kelompok itu sama dan biasanya
berkisar pada masalah yang umum. Misalnya, dalam kelompok itu semua memerlukan
informasi karir pekerjaan atau wawasan dunia kerja setelah lulus dari
universitas nantinya.
g.
Layanan Konseling Kelompok
Layanan konseling kelompok merupakan
layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan
masalah pribadi melalui dinamika kelompok. Masalah dalam konseling kelompok ini
muncul dari masing-masing individu dalam kelompok itu. Masalah tersebut akan
dikemukakan dan dibicaraka melalui dinamika kelompok. Walaupun secara
berkelompok, orientasi dari layanan konseling individu ini tetap kepada
individu-individu dalam kelompok tersebut.
h.
Layanan Konsultasi
Layanan konsultasi merupakan layanan yang membantu peserta didik dan atau
pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu
dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
i.
Layanan Mediasi
Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan
permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka. Sebagai contoh, saat ada dua
orang siswa yang ribut karena masalah salah satu siswa tersebut merasa difitnah
oleh temannya (siswa yang satunya). Dalam hal ini konselor sebagai mediator dalam
maslah tersebut. Konselor berusaha meluruskan, mungkin saja ada kesalahpahaman
di antara mereka yang belum sempat dikomunikasikan sehingga timbul keributan.
Sehingga, nantinya diharapkan hubungan pertemanan mereka akan kembali baik
seperti sebelumnya.
3.
Kegiatan Pendukung
a.
Aplikasi Instrumentasi
Aplikasi instrumentasi
merupakan kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan
lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun
non-tes. Instrument tes dapat dilakukan
seperti tes kepribadian, tes kemampuan dasar, tes IQ, dan sebagainya. Sedangkan
instrument non-tes meliputi prosedur, seperti wawancara, angket, sosiometri,
observasi dan sebagainya. Hasil dari instrument tes dan non tes ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk layanan yang perlu diberikan kepada individu
yang bersangkutan.
b.
Himpunan Data
Himpunan data merupakan
kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang
diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan
bersifat rahasia. Himpunan data ini dapat berisi data pribadi maupun data umum.
Data-data tersebut akan sangat berguna dalam membantu mengembangkan potensi
siswa dan dalam membantu mengentaskan masalah jika diperlukan nantinya.
c.
Konferensi Kasus
Konferensi kasus
merupakan kegiatan yang membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan
khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan
tertutup. Biasanya konferensi kasus ini dihadiri oleh orang tua wali siswa,
wali kelas, kepala sekolah, salah satu guru mata pelajaran, dan konselor itu
sendiri. Dengan konferensi kasus ini diharapkan dapat memperoleh data yang
mempermudah dalam melaksanakan proses konseling dan nantinya sampai pada upaya
nyata menuju teratasinya masalah siswa.
d.
Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah
merupakan kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.
Laporan kunjungan rumah ini dapat menjadi pertimbangan penanganan masalah dan
juga dapat digunakan sebagai bahan dalan konferensi kasus.
e.
Tampilan Kepustakaan
Tampilan kepustakaan
merupakan kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan
peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar,
dan karir/jabatan.
f.
Alih Tangan Kasus
Alih tangan kasus merupakan kegiatan untuk
memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan
kewenangannya. Ketika kasus yang dihadapi sudah di luar kewenangan seorang
konselor maka kasus tersebut harus di alih tangankan kepada pihak yang ahli
dalam maslah tersebut. Sebagai contoh, ketika ada seorang siswa yang melanggar
dan pelanggaran tersebut sudah masuk dalam ranah pidana maka kasus tersebut di
alih tangankan kepada pihak yang berwajib.
0 komentar :
Posting Komentar